Corona: Vaksin, Herd Immunity, dan Cuan Bisnis

Vaksin, Herd Immunity, dan Cuan
img src: bbc.co.uk


Virus Corona sudah hadir di muka bumi lebih dari satu tahun. Kehidupan manusia di seluruh dunia berubah drastis karenanya. Kebiasaan baru diberlakukan karena virus ini, kebiasaan yang sedikit banyak manusia seperti sedang diubah jadi suatu barang.

Di Indonesia hingga hari ini hampir 11 bulan Corona menyebar dengan cepat. Tiap hari dipantau kecepatan yang terinveksi dengan banyak rekor terukir, seperti sebuah kebanggaan.

Banyak drama terjadi di negeri ini dalam menghadapi Corona, hingga pucuk klimaksnya adalah pergantian menteri kesehatan Republik Indonesia. Menkes sebelumnya, Terawan, yang mungkin digadang membawa inovasi system kesehatan alternatif akibat praktik 'cuci otak'nya yang ampuh akhirnya dicap tidak becus dan terlalu banyak blunder dalam menghadang Corona.

Bila diingat beberapa bulan ke belakang, sangat jarang Pak Menteri tampil di publik bahkan sempat bersembunyi atau disembunyikan di belakang kursi kosong. Perannya sebagai 'pengatur' kesehatan negara ini malah diambil alih menteri yang tidak seharusnya menangani kesehatan. Dengan kebijakan dari kepala negara, menteri kesehatan sebelumnya seperti tak berguna.

Bulan berlalu, sekarang riuh ramai vaksinasi massal untuk proses herd immunity agar mencegah Corona semakin meluas di Indonesia. Solusi yang dipandang sebagai jalan utama 'bebas' Corona. Bahkan dalam sebuah video berita, Presiden menyampaikan, "Kalau sudah ada vaksin, kita akan kembali seperti biasa."

Semua orang berharap pandemi Corona segera berakhir, namun tidak semua orang rela untuk divaksinasi dengan berbagai alasan.

Pertama, kehalalan vaksin. Sebagai negara dengan jumlah muslim terbesar, status halal dari ulama lebih penting dan yang utama. Alasan yang pertama ini sudah terselesaikan dengan keluarnya status halal vaksin yang dikeluarkan MUI.

Kedua, keamanan vaksin bagi tubuh manusia. Badan pemerintah yang mengatur hal ini 'diburu-buru' untuk mengeluarkan status amannya vaksin bagi kesehatan manusia. Dan saya percaya status aman akan segera dikeluarkan BPPOM.

Ketiga, tidak percaya Corona. Corona itu konspirasi politik tingkat atas dengan tujuan utamanya adalah mengubah perilaku manusia, sebuah bangsa, dan negara. Corona adalah alat tukar politik dan bisnis yang dengan cepatnya penyampaian informasi melalui teknologi, semuanya berubah dengan cepat pula.

Vaksin sebagai salah satu bentuk perlindungan tak langsung menjadi tulang punggung pengendalian pandemi. Mengabaikan metode alternatif yang TIDAK POPULER bahkan cenderung tidak disukai.

Tujuan vaksinasi sebagaiman keterangan WHO adalah:

Vaksin bekerja dengan melatih dan mempersiapkan pertahanan alami tubuh --- sistem kekebalan --- untuk mengenali dan melawan virus dan bakteri yang mereka targetkan.  Jika nanti tubuh terpapar kuman penyebab penyakit tersebut, maka tubuh segera siap memusnahkannya, mencegah timbulnya penyakit.

Cara yang tidak populer dalam meningkatkan immunitas tubuh saya kutip dari laman Kompas adalah sebagai berikut:

  1. Hindari stress, rileks, dan santai.
  2. Mengonsumsi makanan berserat dan mengandung antioksidan.
  3. Mengonsumsi makanan yang kayak vitamin dan mineral.
  4. Olahraga teratur.
  5. Tidur cukup.
  6. Menjaga kebersihan.
  7. Menjaga asupan nutrisi.
  8. Mengonsumsi makanan mengandung air dengan kondisi hangat.
  9. Memperbanyak teman dan bersosialisasi.
  10. Berjemur

Sepuluh cara tadi tidak populer bahkan dilupakan pemangku kepentingan. Anjuran pemerintah terbatas pada 3 M; memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan. Sebuah pertanyaan besar, apakah anjuran 3 M membantu meningkatkan immunitas rakyat?

Tentu tidak, karena imunitasnya tetap harus melalui vaksinasi. Jika tidak divaksin, maka tidak aman dan dicap membahayakan orang lain.

Orang yang berusaha hidup sehat dengan 10 perilaku meningkatkan kekebalan tubuh di atas dianggap BERBAHAYA JIKA TIDAK DIVAKSIN. Sebuah frame aneh yang mengarahkan pemikiran nakal untuk semakin liar.

Bahkan di ibukota negara, warga yang sengaja menolak vaksin akan didenda maksimal 5 juta rupiah! Wadidaw!

Terkait vaksin, mengacu pada Q&A di situs WHO, saya tergelitik 2 pertanyaan beserta jawaban yang tidak sinkron dengan upaya pemerintah saat ini (hampir di semua negara mungkin).

Seberapa cepat vaksin menghentikan pandemi Corona?

Jawaban (terjemahan Google Translate):

Dampak vaksin COVID-19 terhadap pandemi akan bergantung pada beberapa faktor.  Ini termasuk faktor-faktor seperti efektivitas vaksin;  seberapa cepat mereka disetujui, diproduksi, dan dikirim;  dan berapa banyak orang yang divaksinasi.

Kebanyakankan ilmuwan mengantisipasi bahwa, seperti kebanyakan vaksin lainnya, vaksin COVID-19 tidak akan 100% efektif.  WHO sedang bekerja untuk membantu memastikan bahwa setiap vaksin yang disetujui seefektif mungkin, sehingga dapat memberikan dampak terbesar pada pandemi.

Apakah vaksin bisa membantu saya mencegah dari Corona?

Jawaban:

Saat ini, tidak ada bukti bahwa vaksin yang ada akan melindungi dari COVID-19.

Namun, para ilmuwan sedang mempelajari apakah beberapa vaksin yang ada - seperti vaksin Bacille Calmette-Guérin (BCG), yang digunakan untuk mencegah tuberkulosis - juga efektif untuk COVID-19.  WHO akan mengevaluasi bukti dari studi ini jika tersedia.

Masih terlalu dini untuk mengetahui apakah vaksin COVID-19 akan memberikan perlindungan jangka panjang.  Diperlukan penelitian tambahan untuk menjawab pertanyaan ini.  Namun, sangat menggembirakan bahwa data yang tersedia menunjukkan bahwa kebanyakan orang yang pulih dari COVID-19 mengembangkan respons kekebalan yang memberikan setidaknya beberapa periode perlindungan terhadap infeksi ulang - meskipun kami masih mempelajari seberapa kuat perlindungan ini, dan berapa lama itu bertahan.

Kebanyakan vaksin COVID-19 yang sedang diuji atau ditinjau sekarang menggunakan dua regimen dosis.

Sebuah kontradiksi besar dimana yang 'tidak pasti' efektif dipropagandakan sedemikian dahsyatnya kepada seluruh penduduk dunia. Apakah ini sebuah kebenaran?

Atau apakah gelimang keuntungan dibalik semua ini? Inilah mungkin konspirasi? Yang merupakan dimana jika dalam satu peristiwa ada yang diuntungkan disanalah konspirasi berasal?

Tidakkah kita curiga (kritis) dengan ini? Apa karena kita 'tidak paham' dunia medis kita ikut begitu saja kata mereka? Bukan kah kita berhak bertanya untuk mendapatkan sebuah kebenaran? Dan kebenaran itu datang dari logika yang sepadan dengan perbuatan, bukan sebuah propaganda yang diulang-ulang.

Saya pun percaya virus itu bagian dari makhluk yang diciptakan Allah, Tuhan semesta alam. Diatur dan ditentukan oleh Sang Pencipta. Virus ada sebagaimana adanya udara tapi tak bisa kita lihat.

Menurut saya, meningkatkan imunitas secara alami dengan pendekatan aktivitas konsumsi bergizi dan bernutrisi, aktivitas olahraga disertai istirahat yang cukup, dan pendekatan teologi sangat penting dan lebih ampuh.

Bukankah ada pepatah, "Dalam jiwa yang sehat, terdapat raga yang kuat."? Sebaliknya, "Dalam raga yang sehat ada jiwa yang kuat." Jiwa dan raga yang sehat mampu mencegah segala penyakit hati dan pikiran (was-was, stress) serta penyakit badan.

Dan kita harus yakin dengan bersyukur menjaga kesehatan dengan aktivitas alami, imunitas kita akan selalu kuat. Karena sebagimana firman Allah:

"sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya." (At-tiin: 4).

Post a Comment

0 Comments