Corona: Seberapa Bahaya Sih?

corona seberapa bahaya
img src: cigna.co.id

Kita (gue aja kaliii) adalah generasi yang malas membaca. Karena minat baca rendah, maka kemampuan menulis pun minim. Kebanyakan dari kita tak tampu merangkaikan kata dari kegelisahan yang ada dalam pikiran kita sendiri.

Kita lebih mahir mengomentari cara pikir orang lain, dan paling jago berkomentar tanpa berpikir. Bisa disebut tidak bersumbu sama sekali karena dengan membaca judul dalam kalimat singkat kita merasa sudah mendapatkan hakikat.

Meski sumber bacaan lebih mudah didapat kadang validitas sumber diragukan kebenarannya, informasi salah, bahkan sengaja menyampaikan informasi tak benar. Anehnya kita mudah percaya, tak ada sedikit pun rasa penasaran, jiwa kritis, dan coba mau tahu kemungkinan yang bisa terjadi.

Apalagi disuruh membaca situasi seperti ini, pandemi Corona. Wabah Covid-19 belum usai, bisa jadi baru ancang-ancang peningkatan yang menanjak begitu curam. Apa kita tak penasaran beberapa hal yang saya pikirkan, semoga saja sama:

Satu, apakah benar Corona itu sangat berbahaya?
Dua, ada apa dibalik pandemi yang mendunia ini?

Sekali lagi, kita tak ada keinginan membaca, bahkan tak bisa baca.

Sebagai penganut bumi datar, dalam sebuah video komunitas bumi datar Indonesia ada hal menarik yang membuat saya ingin menulis ini.

Pertama, Corona adalah senja biologis atau bahasa kerennya biological weapon, koreksi kalau salah.

Bukan tak mungkin ini bisa saja betulan terjadi. Jangan bayangkan kalau sudah disebut senjata, berarti mematikan, TIDAK. Asumsinya, Corona adalah virus penyakit biasa yang punya kelebihan daya jelajah mewabahnya cepat sehingga digunakan sebagai objek issue seolah-olah kecepatan penularan adalah sesuatu yang berbahaya.

Beberapa orang dalam kumpulan rahasia yang ingin membuat sistem baru kehidupan dunia mungkin adalah pelakunya. Kumpulan rahasia yang tak memihak negara maupun bangsa.

Caranya? Pernah pakai komputer? Dan percaya komputer itu bisa terserang virus? Bisa kamu tebak siapa yang menciptakan virus itu? Jelas yang pasti yang sudah punya penangkalnya alias anti virus.

Hal serupa pada Corona 2019 ini, disebarkan oleh mereka yang memang sudah memiliki anti virus yang disebut VAKSIN. Vaksin inilah yang nanti akan dijual mahal ke seluruh negara di dunia.

Menciptakan masalah kemudian menawarkan solusi yang sebetulnya tak ada solusi karena karena masalah bisa hilang sendiri.

Mereka menebarkan issue 'bahaya' Corona karena penyebarannya yang pesat melalui media. Termasuk di negara kita. Semua bangsa panik, ketakutan, dan melakukan hal yang berlebihan seperti lockdown atau yang dialihbahasakan menjadi KARANTINA.

Setelah semua negara panik, mereka menawarkan solusi berupa vaksin. Tentunya bukan orang yang asli yang keluar menawarkan solusi. Keinginan mereka bisa keluar lewat mulut pemimpin negara, pejabat, tokoh figur, aktris, pengusaha, bahkan bisa jadi melibatkan oknum a.k.a penjahat dari bagian medis.

Rupiah berapa sekarang? 16 ribu lebih! Lihat dampaknya! Usaha lesu, stop produksi hingga bangkrut. Akhirnya solusi yang jahat keluar, berupa pinjaman hutang luar negeri yang pasti akan meningkat. Negara-negara yang tak mampu membiayai penanganan Corona dipinjami cukong-cukong anak buah Dajjal.

Kedua, yang berbahaya dari Covid-19 bukan virusnya tapi penyebarannya.

Konon virus ini bisa bermutasi begitu cepat karena kekayasa medis a.k.a campur tangan manusia. Sudah disiapkan agar bisa merambah penjuru dunia dengan cepat.

Dan yang paling mematikan adalah informasi yang bertubi-tubi mengisi kepala seluruh manusia di muka bumi. Informasi yang menyebabkan halusinasi ketakutan, panik, hingga bisa jadi keos.

Pernah baca satu headline berita bahwa penyebaran didominasi orang menengah ke atas. Artinya mereka yang dengan kemampuan ekonomi lebih kuat bisa kemana saja dan bertemu siapa pun di seluruh dunia. Orang kaya penyebar petaka, gitu lah kalimat provokatifnya kira-kira.

Seberapa banyak orang miskin yang didiagnosa dan diberikan tindakan medis. Berapa persentasenya dibanding orang kaya a.k.a  ke atas?golongan menengah Data ini harus dikeluarkan agar pemerintah melakukan keputusan tepat sasaran. Jangan sampai misal, penyebaran di perumahan tapi perkampungan yang jauh disana kena imbas karantina dan tidak diperhatikan kebutuhannya kan jadi gak adil.

Yang positif mungkin dari berbagai golongan usia. Tapi keterbukaan yang paling rentan adalah lansia dan mereka yang memiliki penyakit bawaan harus digembor-gemborkan. Kenapa negara maju ini tidak mencontoh Singapura, yang dibatasi aktivitasnya justru lansia meski sembari menerapkan prosedur jaga jarak fisik, memakai masker, dan cuci tangan.

Di negara kita, persentase kematian sangat tinggi dibanding negara lain karena upaya pengecekan secara massal terlambat dan agak aneh. Alat ukur yang dinamai rapid test itu konon katanya tidak akurat.

udah gitu, belum kelar tapi capek....

Post a Comment

0 Comments