Filosofi dan Sejarah Tenun Baduy

Filosofi dan Sejarah Tenun Baduy

Tenun adalah salah satu produksi kerajinan tangan berupa kain tradisional khas Indonesia. Beberapa daerah di negara kita termasyhur sebagai penghasil tenun dari mulai pulau Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara hingga Papua.

Kain tradisional biasanya tidak digunakan sembarangan dalam arti kain dengan motif atau warna tertentu harus sesuai penggunaannya apakah dalam ritual pernikahan, kematian, atau ritual sakral lainnya. Sebagaimana di Suku Baduy penggunaan Tenun Aros hanya untuk keseharian Urang Tangtu (Baduy Dalam).

Sejarah Tenun Baduy

Terbentuknya kerajinan tenun di Baduy tidak jauh dari cerita rakyat (folklor) tentang Nyi Pohaci yang merubah dirinya sendiri menjadi alat tenun. Tulang rusuknya menjadi sisir atau suri dan kedua pahanya menjadi penyanggah penggulung benang lungsi yang dinamakan hapit.

Nyi Pohaci yang dalam literasi Jawa dikenal sebagai Dewi Sri juga dikenal sebagai dewi yang mensejahterakan masyarakat Baduy dalam pertanian dimana dia menjelmakan dirinya menjadi padi yang harus 'dikawinkan' dengan lelakinya, yaitu bumi (ladang, huma).

Baca: Perempuan dalam Kehidupan Suku Baduy Hubungannya dengan Nyi Pohaci

Pembuatan kain tenun yang aktivitasnya dalam bahasa Sunda disebut ninun dilakukan setiap hari kecuali pada saat larangan bulan. Larangan bulan merupakan penafsiran dari pengalaman bahwa pada waktu tersebut dinilai kurang baik untuk menenun seperti saat Kawalu dan hari berkabung.

Bisa menenun seperti menjadi sebuah kewajiban bagi perempuan di Suku Baduy. Maka tak ayal dari kecil mereka sudah diajarkan dan belajar menenun. Selendang-selendang kecil yang dijajakkan di Baduy rata-rata merupakan hasil anak gadis yang beranjak mahir menenun.

Dalam pikukuh Baduy disebutkan:

Manuk hirup ku jangjangna

Lauk hirup ku asangna

Jelema hirup ku akalna

Otak, taktak, jeung ceplak

Mun teu bisa unyam-unyem

Kudu bisa unyam-anyam


artinya:

Burung hidup dengan sayapnya

Ikan hidup dengan insangnya

Manusia hidup dengan akalnya

Berpikir, bekerja (bertindak) dan berbahasa

Kalau tidak cakap berbicara

Maka harus bisa anyam-menganyam (skill).

Baca: Baduy, Islam, dan Slam Sunda Wiwitan

Filosofi Motif Tenun Baduy

Pada dasarnya, semua motif tenun Baduy itu sama yang mencerminkan kesederhanaan, apa adanya dan cenderung menjelaskan bahwa tidak ada filosofis apa-apa. Bentuknya berupa garis-garis lurus atau garis yang saling menyilang. Hampir tidak ada motif 'aneh' berupa gambar bentuk makhluk hidup.

Warna tenun Baduy di dominasi hitam dan biru sebagaimana warna pada tenun Aros. Namun semakin ke sini, warna semakin variatif dengan warna-warni yang cerah dan berani. Salah satu pengaruhnya adalah kreatifitas pengrajin dan juga permintaan dari turis yang datang.

Zaman dulu, tenun Baduy terbuat dari daun pelah, semacam daun pohon salak yang tumbuh liar di hutan. Daun pelah muda diambil seratnya kemudian direbus hingga dipintal menjadi benang sampai proses selanjutnya menjadi sebuah tenun.

Kemudian Suku Baduy juga bertani kapas sebagai bahan dasar utama dalam membuat tenun. Produksi kapas yang terbatas dengan permintaan yang tinggi, maka saat ini bahan utama pembuatan tenun sudah menggunakan benang produksi pabrik yang diambil dari Majalaya, Bandung.

Baca: Berapa Biaya Traveling Ke Baduy?

Untuk proses pembuatan tenun Baduy dapat dilihat detail di postingan selanjutnya yaitu: Proses Membuat Tenun Baduy

Kembali pada penentuan warna tenun Baduy sebelumnya bahwa Urang Tangtu baik laki-laki dan perempuan hanya menggunakan tenun berwarna hitam dan putih (tulang). Filosofinya warna dasar ini agar pemikiran manusia kembali pada asal mulanya dan tidak melenceng kemana-mana.

Untuk ukuran, tenun Baduy akan diseusaikan sebagaimana fungsinya. Tenun Aros rata-rata berukuran 1 x 2 meter yang sering digunakan sebagai bawahan baik laki-laki maupun perempuan. Ada juga yang sengaja ditujukan sebagai merchandise turis seperti ukuran selendang 0.5 x 2 meter atau 25cm x 100cm, bahkan ada yang bisa dijadikan ikat kepala dengan ukuran 10cm x 75cm.

Meski demikian, tidak semua ukuran ini selalu ada karena akan menyesuaikan denga permintaan dan kadang tidak selalu akurat ukurannya persis sama.


Source: (PDFDrive.com)

  • Sejarah Visualisasi Tenun Baduy, Nina Maftukha, Program Magister Seni Rupa FSRD ITB. Seminar Internasional The Gathering of Histories 2012.

Post a Comment

0 Comments