Wanita dalam Kehidupan Suku Baduy

Wanita dalam Kehidupan Suku Baduy

Seperti masyarakat pada umumnya, sesungguhnya dalam masyarakat Baduy pun pria memegang peran penting, baik bidang sosial maupun religi. Pimpinan keluarga, kelompok, kampung, dan suku, serta pemimpin upacara selamatan, inisiasi, perkawinan, kematian, penanaman padi, pemanenan padi, dan pemujaan leluhur di pegang oleh pria.

Walau demikian, bukan berarti pria Baduy menguasai segala sendi kehidupan masyarakat. Wanita Baduy, selain mempunyai fungsi dan peran yang sama dengan pria, juga memiliki fungsi dan peran yang khas serta tidak boleh dilakukan oleh pria.

Baca: Baduy Sebetulnya Sudah Islam....

Wanita dalam Kehidupan Suku Baduy

Dengan kata lain, pria dan wanita Baduy sama-sama memiliki fungsi dan peran yang penting. Pria Baduy tidak bersifat mendominasi dan wanita Baduy tidak tersubordinasi. Kesetaraan antara pria dan wanita Baduy tertuang dalam Konsep ambu, Konsep Nyi Pohaci, dan Konsep Keseimbangan. Ketiga konsep tersebut lebih lanjut akan diuraikan satu per satu di bawah ini.

Konsep Ambu

Kata ambu dalam bahasa Baduy dapat diartikan sebagai Ibu (wanita). Konsep Ambu digunakan baik dalam tataran mikrokosmos (rumah tangga) sebagai sebutan orang tua wanita (ibu) maupun dalam tataran makrokosmos (alam semesta).

Fungsi dan peran ambu dalam kedua tataran tersebut mirip, yakni sebagai pemelihara, pengayom, dan pelindung. Oleh karena itu, sosok ambu dalam masyarakat Baduy sangat dihormati.

Baca: Kenali Baduy Sebelum Berkunjung ke Sana

Dalam kehidupan sehari-hari, ambu dapat dikatakan memiliki peran ganda: di rumah dan diladang. Di rumah, ambu sebagai ibu dan istri dengan seluruh kerendahan dan kerelaan mengabadikan hari-harinya untuk keluarga. Di ladang, ambu memegang peran penting dalam menjaga dan memelihara padi.

Ambu, dalam tataran makrokosmos, merupakan penguasa dan pengayom dunia. Konsepsi orang Baduy mengenai alam semesta sendiri adalah bahwa dunia ini terdiri atas “dunia atas” yang disebut dengan buana luhur atau buana ngungcung, “dunia tengah” yang disebut buana tengah atau buana panca tengah, dan “dunia bawah” yang disebut juga dengan buana handap atau buana rarang.

Bumi tempat manusia berpijak berada pada dunia tengah. Dunia tengah merupakan tempat manusia dan makhluk lain, seperti tumbuh-tumbuhan, hewan, makhluk-makhluk halus, batu, air, dan udara. Dunia tengah juga dipercayai hanya sebagai tempat sementara, yakni tempat menjalankan kehidupan fana.

Baca: Baduy, Islam, dan Slam Sunda Wiwitan

Penguasa dan pengayom dunia tengah disebut ambu tengah. Dialah yang menjaga dan melindungi kehidupan manusia dimuka bumi. Dunia bawah, menurut kepercayaan orang Baduy, terletak di dalam tanah dan juga digambarkan sebagai neraka. Manusia yang meninggal dunia selama 40 hari berada di dunia tengah, kecuali bagi roh manusia yang kotor akan tetap tinggal selama belum bersih. Penguasa dan pengayom dunia bawah disebut Ambu Handap. Bagi roh manusia yang suci, setelah 40 hari akan diserahkan oleh Ambu Handap kepada Ambu Luhur.

Peran, tugas, dan fungsi ambu baik dalam tataran mikrokosmos maupun makrokosmos tersebut mendudukkan wanita pada posisi yang penting. Wanita tidak menjadi “bawahan” pria, tetapi berada dalam posisi yang lebih terhormat. Menghormati wanita berarti pula menghormati ambu. Berbuat kebajikan sesama makhluk dan lingkungan serta mentaati adat berarti juga menjunjung dan meng-hargai ambu.

Konsep Nyi Pohaci

Nyi Pohaci sebutan lengkapnya Nyi Pohaci Sang Hyang Asri, atau kadang disingkat pula dengan Nyi Sri pada dasarnya hampir sama dengan konsep Dewi Sri pada masyarakat Jawa. Nyi Pohaci atau Dewi Sri berkaitan erat dengan kegiatan pertanian sawah (padi). Dia dianggap sebagai sumber atau pem-bawa kehidupan.

Baca: Berapa Biaya Traveling ke Baduy?

Dalam kaitan dengan hal ini, ada ungkapan Baduy yang menyebutkan “hirup turun tinu rahayu, hurip lalaran pohaci” yang artinya kurang lebih “hidup berasal dari Tuhan, kehidupan berasal dari Pohaci”. Sebagai sumber kehidupan, Nyi Pohaci menjadi pusat dan fokus pemujaan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Baduy yang bermata pencaharian utama berladang menanam padi.

Rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan aktivitas perladangan tersebut dianggap sebagai ibadah. Menanam padi di ladang bagi masyarakat Baduy pada hakikatnya adalah ngareremokeun "menjodohkan atau mengawikan" antara Nyi Pohaci (padi) dengan pasangannya: bumi.

Perilaku yang terbaik dan terpuji harus diberikan terhadap kegiatan menanam, memelihara dan memanen padi sebagai penghormatan Nyi Pohaci. Hanya kata-kata, ungkapan-ungkapan, dan mantra-mantra yang indah dan suci saja dilantunkan dan diucapkan saat rangkaian ritual bercocok tanam padi. Sehingg tak jarang proses menanam padi yang disebut ngaseuk 'dilarang' untuk dipotret oleh semah (turis).

Musik angklung yang ada pada masyarakat hanya boleh dimainkan untuk menyanjung Nyi Pohaci. Masyarakat Baduy percaya bahwa Nyi Pohaci tinggal di dunia atas pada suatu lapisan yang disebut “Buana suci alam padang” yakni suatu lapisan dunia yang suci tak ternoda yang terang benderang bermandikan cahaya.

Baca: Padi Ratusan Tahun di Leuit, Bukti Ketahanan Pangan Baduy Terbaik

Nyi Pohaci dan roh manusia yang suci tinggal di suatu tempat yang disebut mandala hyang atau kahiyangan. Manusia di bumi, menurut keyakinan orang Baduy, harus berbuat baik dan banyak beribadah agar menjadi “tetangga” Nyi Pohaci di mandala hyang dan mendapat kehidupan yang baik darinya.

Padi yang melambangkan Nyi Pohaci tersebut menyiratkan bahwa wanita merupakan sosok yang harus di hormati, di junjung, dan diperlakukan dengan sebaik-baiknya. Wanita dianggap sebagai sumber kehidupan, sehingga tidak akan ada kekuatan dan kecerahan kehidupan tanpa adanya wanita.

Bentuk aktivitas lain sebagai penghormatan dan penghargaan yang sangat tinggi kepada Nyi Pohaci adalah ngawalu. Istilah ini berarti mengadakan upacara kawalu (walu=bali "baik": kawalu=kabali "kembali"). Upacara ini memang diadakan setelah padi dari ladang "kembali" ke lumbung setelah sekian lama berada di "rumah suaminya", yaitu di weweng sampeg mandala pageuh (bumi=ladang).

Upacara kawaluh diselenggarakan tiga kali setahun, yaitu kawalu tembey (kawalu awal) setiap tanggal 17 kasa (bulan ke-10 menurut kalender tradi-sional Baduy), kawalu tengah setiap tanggal 18 karo (bulan ke-11), dan kawalu tutung (kawalu akhir) setiap tanggal 17 katiga (bulan ke-12).

Baca: Kesalahan yang Menyebabkan Terusirnya Orang Baduy

Orang Baduy akan melaksanakan puasa setiap tanggal tersebut sebagai penghormatan, penghargaan, dan rasa syukur kepada Nyi Pohaci. Selain itu, tamu atau pengunjung luar dilarang memasuki wilayah Baduy selama bulan kawalu. Barang, peralatan, atau segala sesuatu yang dilarang oleh adat pada bulan kawalu harus disingkirkan dan dimusnahkan. Ada satu tim khusus yang dibentuk pemerintah adat kapuunnan untuk mengadakan “operasi bersih”, agar tidak menodai kesucian bulan penghormatan Nyi Pohaci.

Konsep Keseimbangan

Bila kedua konsep diatas lebih menonjolkan atau meninggikan derajat wanita, dalam konsep yang ketiga ini lebih bersifat penyetaraan pria dan wanita. Keseimbangan atau keharmonisan merupakan suatu hal yang dijunjung tinggi oleh masyarakat bersahaja dimana pun, termasuk masyarakat Baduy.

Keseimbangan tersebut berlaku dalam segala sendi kehidupan, baik dalam hubungan antara manusia dan manusia, manusia dan hewan, manusia dan makhluk lain, maupun antara manusia dan lingkungan alam sekitarnya. Adat Baduy mengajarkan "lojor teu meunang dipotong, pondok teu meunang disambung", artinya: "panjang tidak boleh dipotong, pendek tidak boleh disambung.

Baca: Tentang Madu Palsu dan Baduy

Pikukuh "aturan adat" tersebut menyiratkan bahwa segala sesuatu harus dijaga sebagaimana adanya, tidak boleh terjadi 'rekayasa' yang akhirnya menyebabkan sesuatu berubah dari yang sesungguhnya. Yang seadanya itu, menurut keyakinan mereka, adalah yang telah ada sebaik-baiknya dan yang secocok-cocoknya. Terjadinya penam-bahan dan pengurangan akan mengakibatkan ketidakharmonisan atau ketidakseimbangan.

Dalam hubungan antara sesama manusia, orang Baduy sangat menjunjung tinggi harkat dan martabat. Sebagai suatu masyarakat yang pada dasarnya masih berciri masyarakat egalitarian, kesetaraan sesama sangat terasa. Rumah, pakaian, dan peralatan sehari-hari menunjukan kesamaan.

Tidak ada perbedaan antara 'penguasa' dan 'rakyat biasa' dan tidak ada perbedaan pula antara yang 'kaya dan yang 'miskin'. Tidak ada perselisihan dan permusuhan. Perilaku antar sesama sangat dijaga sesuai dengan aturan. Dalam kehidupan keluarga sehari-hari orang Baduy penuh rasa kasih dan tolong menolong. Pria dan wanita memiliki tanggung jawab yang dipikul secara bersama-sama, baik pekerjaan rumah maupun diladang.

Lihat foto: Human Portrait Baduy

Bagi orang Baduy, bekerja pada hakikatnya melaksanakan ibadah atau menjalankan ajaran dan anjuran 'agama' dan adat. Oleh karena itu, menurut mereka, bekerja 'beribadah' dan bukan dilihat dari jenis kelamin apa, tetapi perbuatan atau pekerjaan yang bagaimana dilakukan. Dengan demikian, pemisahan secara ketat atau deskriminasi pekerjaan bagi si pria dan wanita Baduy pada dasarnya tidak dikenal.

Sebagai pengejawantahan Konsep ambu, Konsep Nyi Pohaci, dan Konsep keseimbangan, pria dan wanita Baduy selalu hidup secara sejajar dan harmonis. Tidak ada yang mendominasi dan tidak ada pula yang tersubordinasi. Kesetaraan tersebut terlihat dalam berbagai sendi kehidupan. Bahkan dalam kehidupan 'politik' kesukuan mereka, dimana wanita (istri) menjadi syarat mutlak seorang pemimpin.

Seorang (pria) puun, jaro, girang, seurat, dan pimpinan lain dalam birokasi kesukuan Baduy akan turun secara otomatis dari jabatannya bila istrinya meninggal dunia. Wanita (istri) dianggap sebagai stabilisator dan dinamisator seorang pemimpin kesukuan. Bila fungsi dan peran ini tidak dinamis. Fungsi-fungsi sosial, budaya, dan religi dalam kehi-dupan kesukuan akan timpang dan bah-kan tidak dapat berjalan.

Lihat foto: Seba Baduy 2019

Seperti telah dijelaskan diatas, sebagai besar aktivitas kehidupan orang Baduy tercurah pada kegiatan yang berkaitan dengan padi. Setiap warga Baduy, baik pria maupun wanita, diwajibkan bekerja diladang. Tidak ada pembedaan yng tegas antara pria dan wanita dalam melaksanakan ibadah itu diladang.

Bahkan kaum wanita memiliki fungsi dan peran yang penting, khususnya dalam rangkaian ritual ngaseuk, mipit, nganyar, dan ngalaksa. Upacara ngaseuk dimulai dengan menurunkan benih dari lumbung dan mengolah benih. Pelaku upacara ini harus terdiri atas wanita dengan menge-nakan selendang putih, sabuk putih dan gelung malang tau sanggul melintang.

Warga lain mengikuti upacara dengan seksama untuk mengantarkan kepergian Nyi Pohaci yang akan melangsungkan perkawinan dengan bumi. Kegiatan ini diakhiri dengan penanaman benih pria membuat lubang dengan alat tunggal, sedangkan wanita memasukan benih kedalam lubang tersebut.

Ketika padi telah berisi dan menguning, dilaksanakan upacara mipit "memetik hasil pertama kali". Upacara ini dilakukan oleh istri girang seurat. Padi yang dituai pada upacara ini adalah padi yang berada dipusat ladang kapuunnan yang disebut pupuhunnan. Dalam upacara ngayaran atau makan nasi hasil panen terbaru, semua pelakunya wanita terpilih dalam tiap kapuunnan. Mereka adalah istri puun, istri girang seurat, istri jaro tangtu, istri baresan, dan istri mantan puun. Para wanita tersebut melakukan kegiatan upacara menumbuk padi dan memasak nasi. Nasi baru yang sudah dimasak dibagikan kepada seluruh warga.

Sementara itu, upacara ngalaksa "membuat laksa" – makanan semacam mie dari tepung beras – merupakan rangkaian upacara syukuran atas keberhasilan panen dan sekaligus sebagai penutup tahun dan penutup kegiatan perladangan. Pembuat laksa juga para wanita terpilih, terutama yang memiliki perilaku baik dan berpengalaman.

Lihat foto: Seba Baduy 2018

Bahan pembuat laksa ini diambil dari padi yang berada dipupuhunnan "pusat ladang kapuunnan" yang dianggap terbaik karena disanalah terhimpun 'sakti bumi'. Selama melaksanakan tugas upacara, para wanita itu harus berpuasa. Upacara-upacara yang berkaitan dengan padi diatas harus dilakukan oleh wanita dan tidak boleh dilaksanakan oleh pria.

Menurut keyakinan orang Baduy, upacara seperti ngaseuk, mipit, nganyaran dan ngalaksa merupakan kegiatan yang terpenting dan bermakna paling sakral. Oleh karena itu, para pelaksanaannya yang hanya oleh para wanita merupakan suatu kehormatan dan ketinggian derajat wanita Baduy disam-ping adat kesopanan karena berhu-bungan langsung dengan Nyi Pohaci.

Penghormatan pada wanita juga terlihat dalam upacara lamaran "melamar". Pria calon pengantin harus "mengabdi" terlebih dahulu kepada keluarga wanita. Pada lamaran pertama, bila diterima oleh pihak wanita, keesokan harinya calon pengantin pria harus bekerja diladang keluarga wanita selama satu hari. Pada lamaran kedua, si pria harus bekerja diladang wanita selama tiga hari berturut-turut. Bagi masyarakat Baduy, perkawinan bersifat momogami, seorang pria tidak boleh beristri lebih dari satu orang (nyandung).

Lihat foto: Urang Tangtu Portrait

Dalam kehidupan keluarga, misalnya, pekerjaan "rumahan" tidak melulu menjadi tugas dan beban wanita (istri/ibu), tetapi dipikul bersama-sama. Aktivitas rumah tangga seperti memasak, membersihkan rumah, dan mengasuh anak yang biasanya menjadi tugas khas dan pokok bagi wanita merupakan pekerjaan biasa bagi pria Baduy, tidak tabu, dan tidak malu melakukannya.

Namun khusus untuk pekerjaan yang berhubungan langsung dengan padi, seperti menumbuk padi, mencuci beras, dan memasak nasi harus dilakukan oleh wanita. Menurut kepercayaan orang Baduy, pekerjaan tersebut "teu meunang" tidak boleh atau tidak baik dikerjakan oleh pria karena berkaitan dengan adat kesopanan pada Nyi Pohaci.

Sementara itu, sudah menjadi peman-dangan biasa di kampung Baduy bila pria (suami atau ayah) menggendong atau momong anak balita (bawah tiga tahun) sambil ronda (dilakukan siang hari) atau melakukan pekerjaan lain dilingkungan perkampungan.

Prinsip kekerabatan orang Baduy pun menunjukan suatu hal yang demokratis. Prinsip kekerabatan mereka pada dasarnya bersifat bilateral (biteral descent), yakni memperhitungkan hubu-ngan kekerabatan melalui baik garis pria (ayah) maupun garis wanita (ibu). Prinsip ini berlaku pula pada adat menetap setelah menikah pada pengantin baru Baduy. Pasangan baru bebas memilih tempat tinggal menetap.

Anak, seperti juga keluarga-keluarga lain, merupakan anugerah yang paling besar dan diharapkan. Keluarga Baduy sangat mengharapkan anak pertama wanita. Anak wanita dianggap memiliki nilai lebih dibanding anak pria karena anak wanita mempunyai sifat memelihara, mengayomi, dan melindungi (seperti hanya konsep ambu), terutama untuk adik-adiknya.

Anak wanita usia sekitar lima tahun keatas telah diberi tanggung jawab menjaga dan mengasuh adik-adiknya. Bila terjadi kematian pada istri (ibu), anak-anak ikut bersama suami (ayah). Berkeluarga atau menikah lagi, anak-anak pun tinggal bersama keluarga baru ayahnya. Demikian pula bila terjadi sebaliknya.

Prinsip keadilan dan kesamaan juga berlaku pada sistem pewarisan tanah dalam satu umpi "keluarga". Apabila seorang kepala keluarga meninggal dunia, hak atas tanah diwariskan kepada anak-anaknya. Setiap anak pria ataupun wanita mempunyai hak dan pembagian yang sama atas warisan tanah tersebut.


Sumber:

Dikutip langsung dari Lex Jurnalica Vol.3 164 No. 3 Agustus 2006. Baiq Setiani - Fungsi Dan Peran Wanita Dalam Masyarakat Baduy. Dengan referensi:

  • Cecep Eka Permana, ”Peran Wanita Dalam Masyarakat Baduy”, Djambatan, Jakarta, 2001.
  • Darasasmita, Saleh dan Djatisunda, Anis, ”Kehidupan Masyarakat Kanekes”, Alumni, Bandung, 1986.
  • Djoewisno MS., ”Potret Kehidupan Masyarakat Baduy”, Khas Studio, Jakarta, 1987.
  • Johan Iskandar, ”Ekologi Perladangan Di Indonesia”, Study Kasus Dari Daerah Baduy, 1992.
  • Koentjaraningrat, ”Masyarakat Baduy Di Banten Edisi Masyarakat Terasing Di Indonesia”, Pelita Ilmu, Jakarta, 1993.

Post a Comment

1 Comments

  1. The software is easy, the tables are nameless, and participant data isn’t tracked. SponsoredSponsored Produced on behalf of a corporation or person who has paid the news supplier for production and/or accredited publication. We have a separate page for every free 솔카지노 slot, and this page additionally features a review of that game.

    ReplyDelete
Emoji
(y)
:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:P
:o
:>)
(o)
:p
(p)
:-s
(m)
8-)
:-t
:-b
b-(
:-#
=p~
x-)
(k)